Tepat malam ini sidang sengketa Pilpres di Mahkamah konstitusi telah selesai di tahap penyampaian alat bukti dan keterangan saksi. Tinggal selanjutnya menunggu hasil rapat atau sidang internal ke sembilan hakim MK.
Namun, ada hal menarik yang diungkap dalam sidang malam ini, yakni diangkatnya kisah Hilangnya Baju Zirah atau Baju Besi Ali bin Abi Thalib ra. dalm kisah tersebut disebutkan pada suatu hari sahabat Nabi yang juga sepupu dan sekaligus anak menantu Rasulullah Muhammad saw kehilangan baju zirahnya. Saat berjalan ke sebuah pasar, Ali melhat bahwa ada seorang non-muslim (dzimmi) yang menjual baju zirah persis seperti yang dimiliki oleh Ali bin Abi Thalib ra.
Mungkin diantara pembaca ada yang belum mengetahui kisah ini. Penasaran dengan kisah selengkapnya?
Berikut ini kisah yang penulis sadur dari salah satu portal media online, Republika.
Alkisah, Ali kehilangan baju besi miliknya. Baju besi mahal dan berharga itu ditemukan oleh seorang non-Muslim (dzimmi) dan hendak dijual di pasar. “Ini baju besiku yang jatuh dari untaku pada malam ‘ini’, di tempat ‘begini’,” kata Ali.
“Tidak, ini baju besiku karena ia ada di tanganku, wahai Amirul Mukminin,” jawab dzimmi itu.
“Tak salah lagi, baju besi itu milikku. Aku tidak merasa menjual dan memberikannya pada orang lain. Dan sekarang tiba-tiba baju itu ada di tanganmu.”
“Di antara kita ada seorang hakim Muslim.”
“Engkau telah meminta keadilan. Mari kita ke sana.”
Keduanya lantas pergi ke Syuraih al-Qadhi. “Apa yang ingin Anda katakan, wahai Amirul Mukminin?”
“Aku menemukan baju besiku di tangan orang ini karena benda itu benar-benar jatuh dari untaku pada malam ‘ini’, di tempat ‘ini’. Lalu, baju besiku sampai ke tangannya, padahal aku tidak menjual atau memberikan padanya.”
Sang hakim bertanya kepada si dzimmi, “Apa yang hendak kau katakan, wahai si fulan?”
“Baju besi ini milikku dan buktinya ia ada di tanganku. Aku juga tidak menuduh khalifah.”
Sang hakim menoleh ke arah Amirul Mukminin sembari berkata, “Aku tidak ragu dengan apa yang Anda katakan bahwa baju besi ini milik Anda. Tapi, Anda harus punya bukti untuk meyakinkan kebenaran yang Anda katakan, minimal dua orang saksi.”
“Ya, saya sanggup. Budakku, Qanbar, dan anakku, Hasan, bisa menjadi saksi.”
“Namun, persaksian anak untuk bapaknya tidak diperbolehkan, wahai Amirul Mukminin.”
“Mahasuci Allah! Seorang ahli surga tidak boleh menjadi saksi. Tidakkah kau mendengar sabda Rasulullah SAW bahwa Hasan dan Husain adalah tuan para pemuda penduduk surga?”
“Ya. saya mendengarnya, Amirul Mukminin. Hanya saja Islam membuatku melarang persaksian anak untuk bapaknya.”
Khalifah lalu berkata pada si dzimmi, “Ambillah baju besiku karena aku tidak punya saksi lagi selain keduanya.”
Mendengar kerelaan Ali bin Abi Thalib, si dzimmi berujar, “Aku mengaku baju besi ini memang milik Anda, Amirul Mukminin,”
Ia lalu mengikuti sang Khalifah sambil berkata, “Amirul Mukminin membawa keputusan ke depan hakim. Dan, hakim memenangkan perkara ini untukku. Sungguh aku bersaksi bahwa agama yang mengatur perkara demikian ini adalah benar. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammmad hamba dan utusan Allah! Ketahuilah wahai hakim, baju besi ini miliknya. Aku mengikuti tentaranya ketika mereka berangkat menuju Shiffin. Baju besi ini jatuh dari unta, lalu aku ambil.”
Ali bin Abi Thalib berkata, “Karena engkau telah masuk Islam, aku berikan baju ini padamu, berikut kudaku ini.” Beberapa waktu kemudian, laki-laki itu gugur sebagai syahid ketika ia ikut berperang melawan kaum Khawarij di Nahrawan.
Tepat
Keputusan Umar untuk mengangkat Syuraih sebagai hakim di Kufah amat tepat. Tinta emas sejarah mencatatnya sebagai hakim adil dan bertakwa. Syuraih adalah seorang lelaki Yaman dari suku al-Kindi.
Saat Jazirah Arab disinari cahaya Islam dan menyebar hingga ke negeri Yaman, Syuraih termasuk orang yang pertama beriman kepada Allah dan Rasulnya. Bahkan, ia termasuk orang yang memenuhi panggilan dakwah Islam.
Syuraih menjalankan amanah dan menegakkan keadilan itu selama 60 tahun lamanya. Di depan peradilan, ia tak pernah mengistimewakan pejabat atau kerabatnya sendiri.
Pengangkatan Syuraih al-Qadhi sebagai hakim di Makkah tidaklah rumit, hanya merujuk pada kredibilitas, reputasi, dan integritas seseorang. Karena begitulah sistem pengangkatan seorang pejabat negara pada masa kekhalifahan Islam. Berbeda pengangkatan seorang pejabat negara seperti sekarang, perlu persyaratan administrasi yang melelahkan.
——
Kurang lebih begitulah kisah Ali bin Abi Thalib dan baju zirahnya yang sempat hilang danakhirnya ditemukan bersama seorang non-muslim. Dan akhirnya, berkat keadilan seorang hakim Syuraih, akhirnya kasus ini terselesaikan dengan penuh hikmah dan pelajaran.
nahh, terkait dengan kasus sengketa pemilu di MK, saya menyatakan bahwa tindak kecurangan yang di dakwakan oleh tim kuasa hukum BPN 02 sebagai pemohon sebenarnya terjadi nyata disekitar kita, dan hal itu saya (penulis) rasakan sendiri.
Terlepas apakah tim pemohon bisa membuktikannya atau tidak, hal ini telah menjadi bahan perhatia oleh hampir seluruh rakyat Indonesia. Tinggal bagaimana natinya hakim-hakim MK memutuskan.
Poin saya, apapun putusan hakim nantinya, apakah itu memenangkan BPN 02 atau TKN 01 dalam sidang sengketa ini di tanggal 28 mendatang. Hal itu tergantung dari saksi dan kuatnya alat bukti yang disampaikan.
Toh kisah Ali dan Baju Besinya telah cukup menjadi contoh, meskipun beliau yakin bahwa itu adalah miliknya, tapi dalam mengadili suatu perkara bahwa yakin saja tidak cukup.
Dan akhirnya sidang malam ini ditutup dengan pembacaan Al-Qur’an Surah An-nisa ayat 58:
۞إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُواْ بِٱلۡعَدۡلِۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرٗا
Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat
Mari kita doakan agar hasil pada sidang sengketa Pilpres ini diputuskan secara benar dan adil. Amin
Penulis: Ikbal Buntaran